Friday, January 12, 2018

Anti Korupsi (Isu - Isu Korupsi ) Fakultas Ilmu Admnistrasi Negara/Publik



"Isu – isu Korupsi”

Makalah
Di susun untuk memenuhi tugas UTS mata kuliah
“Anti Korupsi” yang diampuh oleh Suyeno, S.AP., M.Si




Oleh :

Nizar Subqi Hamza   (21601091151)



JURUSAN ILMU ADMINISTRASI PUBLIK
FAKULTAS ILMU ADMINISTRASI
UNIVERSITAS ISLAM MALANG
2018


KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum. War. Wab
Alhamdulillah, puji dan syukur penyusun panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas taufiq, hidayah ‘inayah-Nya, akhirnya makalah ini dapat diselesaikan walaupun memerlukan waktu yang cukup lama. Selanjutnya shalawat serta salam kami hanturkan kepada Nabi Muhammad SAW, keluarga dan sahabat beliau.
Makalah tentang Isu – isu Korupsi  ini, merupakan tugas terstruktur dalam mata kuliah Anti Korupsi yang dibimbing oleh Bapak Suyeno, S.AP., M.Si
Dalam penulisan ini selain cukup memakan waktu dan tenaga, penyusun juga menyadari bahwa penulisan makalah ini dapat terwujud semata-mata disamping pertolongan Allah SWT, juga karena dorongan serta bantuan dari beberapa pihak. Untuk itu, penulis menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu, terutama kepada dosen pembimbing bapak Suyeno, S.AP., M.Sijuga kepada kedua orang tua, saudara dan teman-teman yang telah mendukung terwujudnya makalah ini.
Akhirukalam, dengan penuh ikhtiar dan rasa rendah hati, penyusun menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, Oleh karena itu, kritik dan saran sangat berguna bagi penyusunan dan penyempurnaan selanjutnya.dan juga penyusun berharap kehadiran makalah ini dapat menjadi wacana dan bermanfaat bagi kemajuan di dunia pendidikan. Untuk itu, kritik dan saran yang konstruktif, senantiasa terbuka bagi pembaca untuk upaya perbaikan tulisan ini.


Penulis

  

BAB I

PENDAHULUAN


Korupsi memang bukan hal baru di Indonesia. Ini merupakan suatu budaya yang sulit diubah karena melekat pada diri manusia itu sendiri yang merupakan moralitas atau akhlak. Untuk mengubah itu semua perlu dicari penyebab dan bagaimana untuk mengatasinya. Penyebab utama korupsi adalah berasal dari masing-masing individu dan untuk mengatasinya harus dimulai dari penyusunan akhlak yang baik dalam diri manusia itu sendiri selain upaya-upaya lain yang bersifat eksternal berupa pencegahan-pencegahan melalui penegakan hukum itu sendiri.
Kemajuan sebuah negara bisa dilihat dari maraknya pembangunan di negara tersebut, pembangunan ini berkaitan dengan berbagai aspek seperti aspek sumber daya manusia (yakni orang-orang yang terlibat didalamnya mulai dari perencanaan sampai pelaksanaan) dan pembiayaan, dimana kedua aspek ini menjadi syarat pembangunan menuju suatu proses perubahan. Namun jika perhatikan pembangunan di Indonesia kini kian melambat salah satu faktornya adalah korupsi.
Korupsi kini menjadi salah satu masalah utama dalam dunia birokrasi di Indonesia dan Dunia. Korupsi terjadi dikalangan lembaga pemerintahan (eksekutif), dan terjadi pada banyak anggota Dewan Perwakilan Rakyat ( legislatif), dan juga terjadi pada Penegak Hukum (yudikatif). Dan lebih parahnya lagi terjadi pada Pejabat-pejabat Daerah, dalam hal ini Bupati dan Wakil Bupati serta jajarannya yang harusnya mereka inilah yang menjadi pembuat dan pelaksana kebijakan untuk kemajuan daerah atau negaranya, namun disia-siakan dengan perbuatan tidak terpuji tersebut sehingga mengurangi bahkan menghilangkan kepercayaan publik kepada pemimpinnya sendiri.
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis akan menjelaskan isu-isu korupsi yang ada di Indonesia khususnya yang ada di Indonesia dan cara mengatasinya.
1.      Apakah yang dimaksud dengan korupsi?
2.      Faktor penyebab adanya korupsi?
3.      Isu-isu korupsi apakah yang sering sering terjadi di Indonesia  saat ini?
4.      Bagaimana cara memberantas korupsi?

1.3. Tujuan
1.      Untuk menjelaskan tentang pengertian korupsi.
2.      Untuk menjelaskan tentang faktor penyebab adanya korupsi.
3.      Untuk menjelaskan tentang isu-isu korupsi apakah yang sering sering terjadi di Indonesia  saat ini.
4.      Untuk menjelaskan tentang cara memberantas korupsi.
  

BAB II

PEMBAHASAN


Pengertian Korupsi kata “korupsi” menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, berarti penyelewengan atau penggelapan (uang negara atau perusahaaan) dan sebagainya untuk keuntungan pribadi atau orang lain. Perbuatan korupsi selalu mengandung unsur “penyelewengan” atau dis-honest (ketidakjujuran). Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelewengan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme disebutkan bahwa korupsi adalah tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang pidana korupsi. Dalam prakteknya, korupsi lebih dikenal sebagai menerima uang yang ada hubungannya dengan jabatan tanpa ada catatan atau administrasinya. Balas jasa yang diberikan oleh pejabat, disadari atau tidak, adalah kelonggaran aturan yang semestinya diterapkan secara ketat. Kompromi dalam pelaksanaan kegiatan yang berkaitann dengan jabatan tertentu dalam jajaran birokrasi di Indonesia inilah yang dirasakan sudah sangat mengkhawatirkan.

Tindak korupsi pada dasarnya bukanlah peristiwa yang berdiri sendiri. Perilaku korupsi menyangkut berbagai hal yang bersifat kompleks. Hampir semua segi kehidupan terjangkit korupsi. Apabila disederhanakan penyebab korupsi meliputi dua faktor yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal merupakan penyebab korupsi yang datang dari diri pribadi, sedangkan faktor eksternal adalah faktor penyebab terjadinya korupsi karena sebab-sebab dari luar. Dengan demikian,secara garis besar penyebab korupsi dapat dikelompkkan menjadi dua yaitu:
  
1.    Aspek perilaku individu
·         Sifat tamak/rakus manusia
Mempunyai hasrat besar untuk memperkaya diri dan unsur penyebab korupsi para pelaku semacam itu datang dari dalam diri sendiri.
·         Moral yang kurang kuat
Yaitu orang-orang yang moralnya mudah lemah sehingga mudah tergoda untuk melakukan korupsi yang biasanya terpengaruh dari atasan,teman setingkat,bawahannya,atau pihak lain.
·         Gaya hidup yang konsumtif
Kehidupan di kota-kota besar yang menimbulkan gaya hidup seorang konsumtif sehingga prilaku konsmtif bila tidak diimbangi dengan pendapatan yang memadai,maka hal seperti itu akan membuka peluang seseorang untuk melakukan tindakan korupsi.
2.    Aspek sosial
Yaitu perilaku korupsi yang dapat terjadi karena dorongan dari kerabat dekat atau keluarga.

1.    Aspek ekonomi
Pendapatan yang tidak mencukupi kebutuhan ekonomi sehingga keterdesakan itu membuka ruang bagi seseorang untuk mengambil jalan pintas dengan cara korupsi.
2.    Aspek politis
Menurut Rahardjo (1983) bahwa kontrol sosial adalah suatu proses yang di lakukan untuk mempengaruhi orang-orang agar bertingkah laku sesuai dengan harapan masyarakat.
3.    Aspek organisasi
Yaitu tidak berjalannya dengan baik suatu organisasi seperti organisasi masyarakat yang di bentuk,sehingga akan timbul kurang adanya sikap keteladan pimpinan,tidak adanya kultur organisasi,kurang memadainya sistem akuntabilitas, kelemahan sistim pengendalian manajemen,dan lemahnya suatu pengawasan.

Operasi tangkap tangan (OTT) ialah operasi yang dilakukan oleh aparat penegak hukum dengan ciritepat pada waktu seorang target sedang melakukan tindak pidana, atau dengan segera sesudah beberapa saat tindak pidana itu dilakukan, atau sesaat kemudian diserukan oleh khalayak ramai sebagai orang yang melakukannya, atau apabila sesaat kemudian padanya ditemukan benda      yang diduga keras telah digunakannya untuk melakukan tindak pidana tersebut, yang menunjukkan bahwa ia adalah pelakunya atau turut melakukan dan/atau membantu melakukan tindak pidana tersebut. Contohnya ialah ketika KPK menangkap seorang politikus yang sedang melakukan           transaksi suap melalui operasi tangkap tangan.
OTT (Operasi Tangkap Tangan) adalah Istilah KPK untuk "menangkap basah" para maling di negeri ini. Sebuah operasi yang rahasia, terukur dan jarang korbannya bisaselamat dari tuduhan karena didasari dengan proses yang panjang ketika KPK mengendus adanya aroma korupsi.
Dalam konteks hukum pidana, kejahatan suap adalah tindak pidana yang sederhana tetapi sulit dibuktikan. Biasanya antara pemberi suap sebagai causa proxima dan penerima suap selalu melakukan silent operationuntuk mewujudkan kejahatan  tersebut.  Bahkan  sedapat  mungkin  meniadakan  bukti-bukti bahwa  tindak pidana tersebut telah dilakukan. Oleh  karena  itu,  untuk  memberantas  praktik  korupsi  berupa  suap-menyuap haruslah dilakukan dengan silent operationpula. Tidaklah dapat dimungkiri bahwa terungkapnya banyak kasus korupsi, seperti suap impor daging sapi yang menyeret mantan Ketua Partai Keadilan Sejahtera Luthfi Hasan Ishaaq dan suap SKK Migas yang melibatkan Rudi Rubiandini, tidak terlepas dari operasi tangkap tangan.
Dalam konteks pembuktian, adabeberapa catatan terkait operasi tangkap tangan, yaitu:
1.    Ada perbedaan prinsip pembuktian dalam perkara perdata dan perkara pidana. Dalam  perkara  perdata,  para  pihak  yang  melakukan  hubungan hukum  keperdataan cenderung mengadakan bukti dengan maksud jika di kemudian hari terjadi sengketa, para pihak akan mengajukan bukti-bukti untuk memperkuat argumentasinya di pengadilan. Hal ini berbeda dengan perkara pidana, di mana pelaku selalu berusaha meniadakan bukti atau menghapus jejak atas kejahatan yang dilakukan. Operasi tangkap tangan lebih efektif untuk membuktikan kejahatan-kejahatan yang sulit pembuktian, termasuk kejahatan korupsi.
2.    Dalam pembuktian perkara pidana ada postulat yang berbunyi in criminalibus probantiones bedent esse luce clariores. Bahwa dalam perkara-perkara pidana, bukti-bukti harus lebih terang daripada cahaya. Artinya, untuk membuktikan seseorang sebagai pelaku tindak pidana tidaklah hanya berdasarkan persangkaan, tetapi bukti- bukti yang ada harus jelas, terang, dan akurat. Ini dalam rangka meyakinkan hakim untuk menjatuhkan pidana tanpa keraguan sedikit pun. Operasi tangkap tangan adalah cara paling ampuh untuk membuat bukti-bukti lebih jelas dan terang daripada cahaya.
3.    Dalam konteks kejahatan korupsi, operasi tangkap  tangan  sudah  pasti  didahului serangkaian tindakan  penyadapan  yang  telah dilakukan dalam jangka waktu tertentu. Hasil penyadapan pada dasarnya merupakan bukti permulaan terjadinya suatu tindak pidana jika antara bukti yang satu dan bukti yang lain terdapat kesesuaian (corroborating evidence). Operasi tangkap tangan hanyalah untuk mengonkretkan serangkaian tindakan penyadapan yang telah dilakukan sebelumnya sehingga bukti permulaan yang telah diperoleh akan menjadi bukti permulaan yang cukup. Artinya, perkara tersebut sudah siap diproses secara pidana karena memiliki minimal dua alat bukti.
4.    Dalam konteks kekuatan pembuktian, operasi tangkap tangan dapat dikatakan memenuhi pembuktian sempurna (probatio plena). Artinya, bukti tersebut tidak lagi menimbulkan keraguan-raguan mengenai keterlibatan pelaku dalam suatu kejahatan. Meskipun demikian,  hakim  dalam  perkara  pidana  tidak  terikat  secara mutlak terhadap satu pun alat bukti. Akan tetapi, operasi tangkap tangan paling tidak dapat menghilangkan keraguan tersebut.
2.    Teknik Pelaksanaan Operasi Tangkap Tangan
Dalam melakukan operasi tangkap tangan ada dua teknik yang digunakan KPK yaitu penyadapan dan penjebakan. Akan tetapi kedua teknik ini memiliki kelemahan secara hukum. Penyadapan hanya diatur secara umum dalam UU No. 30 Tahun 2002, sedangkan  penjebakan  tidak  dikenal  dalam  berbagai  aturan  tentang  korupsi  di Indonesia. Akibatnya dalam penggunaannya, kedua teknik tersebut sering menimbulkan opini bahwa KPK melakukan pelanggaran hukum dan HAM.
3.    Peraturan Tentang Operasi Tangkap Tangan
Pengaturan tentang tangkap tangan terdapat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Menurut Pasal 1 butir 19 KUHAP, tertangkap tangan adalah tertangkapnya seorang pada waktu:
1)   Sedang melakukan tindak pidana.
2)   Dengan segera sesudah beberapa saat tindak pidana itu dilakukan.
3)   Sesaat kemudian diserukan oleh khalayak ramai sebagai orang yang melakukannya.
4)   Apabila sesaat kemudian padanya ditemukan benda yang diduga keras telah dipergunakan  untuk  melakukan  tindak  pidana  itu  yang  menunjukkan  bahwa  ia adalah pelakunya atau turut melakukan atau membantu melakukan tindak pidana itu.

Berkaitan dengan operasi tangkap tangan yang dilakukan KPK terhadap Kepala Kejaksaan Negeri Praya, pengamat Hukum Pidana, Gandjar Bondan memberikan apresiasi. Menurutnya, melawan korupsi harus dengan berbagai cara karena koruptor juga memakai seribu cara untuk mengeruk uang negara. Apresiasi terhadap proses tangkap tangan KPK ini juga diberikan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Tidak  pada  semua  operasi  tangkap  tangan  KPK mendapatkan apresiasi.  Pada proses tangkap tangan terhadap Mulyana Wirakusumah sempat memunculkan berbagai pernyataan negatif, salah satunya dari Tiur Henny Monica yang menyatakan bahwa operasi tangkap tangan yang berdasarkan pada tindakan penjebakanmerupakan tindakan yang         melanggar hukum dan HAM.
Berikut adalah contoh dari operasi tangkap tangan yang telah terjadi diberbagai daerah di indonesia antara lain:
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengamankan lima orang dalam operasi tangkap tangan (OTT) di dua daerah Jawa Timur yakni, Blitar dan Tulungagung. KPK mengatakan belum ada kepala daerah yang turut ditangkap dalam operasi senyap ini."Sejauh ini belum ada kepala daerah yang diamankan. Jadi hanya dari Dinas PU dan swasta. Belum ada kepala daerah yang kami amankan sampai dengan saat ini. Apakah Walikota ataupun Bupati”.
Kendati begitu, Febri enggan menjelaskan secara rinci mengenai asal daerah kepala dinas yang ditangkap. Dia hanya menegaskan tim KPK bergerak di Blitar dan Tulungagung. "Terakhir tadi sekitar 5 orang diamankan, 5 orang ini unsurnya dari kepala dinas. Kemudian dari pihak swasta dan juga ada pihak terkait yang ada di lokasi yang perlu kita mintakan keterangan,"
Menurut dia, kelima orang tersebut tengah menjalani pemeriksaan intensif oleh penyidik. KPK memiliki waktu 1x24 jam untuk menentukan status hukum mereka. "Jadi sekarang 5 orang tersebut sedang dimintakan keterangan digali informasinya terkait dengan peristiwa yang terjadi malam ini,"

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan, suap untuk Wali Kota Batu Eddy Rumpoko terungkap dari laporan masyarakat yang menyebut akan terjadinya transaksi korupsi. KPK kemudian menindaklanjuti laporan itu dengan melakukan pengecekan, sehingga akhirnya dapat melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap Eddy dan sejumlah pihak, di Kota Batu, Malang, Jawa Timur.

Wakil Ketua KPK Laode M Syarif mengatakan, kasus ini berawal pada Sabtu pukul 12.30 WIB. Saat itu, pengusaha Filipus Djap bertemu dengan Kepala Bagian Unit Layanan Pengadaan Pemkot Batu, Edi Setyawan. Keduanya bertemu di parkiran restoran di hotel milik Filipus, di daerah Batu, Malang, Jawa Timur. "Saat itu diduga terjadi penyerahan uang sejumlah Rp 100 juta dari FHL kepada EDS (Kepala Bagian Unit Layanan Pengadaan Pemkot Batu Edi Setyawan).

Selang 30 menit kemudian, Filipus bergerak menuju rumah dinas wali kota Batu untuk menyerahkan suap Rp 200 juta dalam bentuk pecahan Rp 50.000. Uang suap ini diduga bagian dari total nilai suap Rp 500 juta untuk Eddy. Uang suap tersebut dibungkus kertas koran dalam tas kertas (paper bag). Tim KPK kemudian mengamankan Eddy Rumpoko dan Filipus, serta supir Eddy berinisial Y. "Tim KPK kemudian mengamankan keduanya bersama Y, supir wali kota beserta uang Rp 200 juta," ujar Syarif. Sekitar Rp 300 juta dari total nilai suap, sudah diterima Eddy dalam bentuk potongan untuk pembayaran pelunasan mobil Toyota Alphard milik Wali Kota.

Ketiganya kemudian dibawa tim KPK ke Polda Jawa Timur untuk pemeriksaan awal. Setelah itu pada pukul 16.00 WIB, tim KPK lainnya yang mengikuti Edi Setyawan mengamankan yang bersangkutan di sebuah jalan di daerah Batu. "Dari tangan EDS diamankan uang Rp 100 juta yang dibungkus kertas koran dalam paper bag," ujar Syarif. KPK sempat mengamankan pula Kepala BKAD Kota Batu berinisial ZE di rumahnya. Namun, pada Minggu pukul 01.00 WIB, KPK hanya membaya Eddy, Edi, dan Filipus ke kantor KPK di Jakarta, untuk pemeriksaan lebih lanjut. Sopir Wali Kota berinisial Y dan Kepala BKAD Kota Batu ZE tidak ikut dibawa ke kantor KPK di Jakarta. Menurut Syarif, setelah dilakukan pemeriksaan 1x24 jam dan dilanjutkan dengan gelar perkara, KPK menemukan bukti permulaan yang cukup, untuk menetapkan tiga orang tersebut sebagai tersangka.

Eddy Rumpoko dan Edi Setyawan menjadi tersangka terkait suap pengadaan barang dan jasa di Pemerintah Kota Batu, yakni pada proyek belanja modal dan mesin pengadaan meubelair di Pemkot Batu tahun 2017, dengan nilai proyek Rp 5,26 miliar. Sementara Filipus menjadi tersangka karena selaku pihak pemberi suap kepada keduanya. Proyek ini dimenangkan PT Dailbana Prima dan Filipus merupakan direktur di perusahaan tersebut. Untuk kepentingan penyidikan, tim KPK telah menyegel sejumlah ruangan yakni ruang kerja Wali Kota Batu, ruang ULP, ruang Kepala BKAD Kota Batu dan ruang lainnya di Pemkot Batu, serta beberapa ruangan di kantor milik Filipus.

Dalam kasus ini, Eddy dan Edi sebagai pihak yang diduga penerima suap, disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Sementara Filipus sebagai pihak yang diduga pemberi suap, disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 Ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 ju 55 ayat (1) ke-1 KUHP.


korupsi merupakan penyakit moral, oleh karena itu penanganannya perlu dilakukan secara sungguh-sungguh dan sistematis dengan menerapkan strategi yang komprehensif. Langkah-langkah yang dapat dilakukan untuk pemberantasan korupsi adalah :
Presiden melalui inpres no 5 tahun 2004 tentang percepatan pemberantasan korupsi menyatakan langkah-langkah efektif dalam memberantas korupsi adalah sebagai :
1.      Membersihkan kantor keprisidenan kantor wapres sekretariat negara serta yayasan-yayasan.
2.      Mengawasi pengadaan barang disemua departemen.
3.      Mencegah penyimpanan proyek rekonstruksi Aceh.
4.      Mencegah penyimpangan dalam pembangunan infrastruktur ke depan.
5.      Menyelidiki penyimpangan di lembaga negara seperti departemen dan BUMN.
6.      memburu terpidana korupsi yang kabur ke luar negeri.
7.      meningkatkan intensitas pemberantasan penebangan liar.
8.      meneliti pembayar pajak dan cukai.
Adapun langkah pemberantasan koupsi yaitu dengan cara:
1.      Penyesuaian kompetensi dengan jabatan
2.      Rasionalisasi jumlah PNS
3.      Perbaikan gaji dan tunjangan jabatan
4.      Sanksi yang tegas bagi pelanggar aturan
5.      Penonaktifan pejabat yang diduga sedang terlibat KKN
6.      Penggantian pejabat yang mementingkan kepentingan kelompok/ pribadi/ golongan.
Cara lain penanggulangan korupsi adalah dengan menegakkan hukum itu sendiri. Adapun UU yang mengaturnya yaitu:
·         Undang-undang Nomor 28 Tahun 1999
tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme.
·         Rumusan RUU KUHP
Tindak pidana korupsi dalam RUU KUHP ini diatur dalam BabXXXI, Pasal 681 sampai dengan 690. Tindak pidana korupsi dalam Rancangan KUHPdibagi dalam dua jenis tindak pidana yakni, suap dan penyalahgunaan wewenang yang merugikan keuangan negara. Secara garis besar, Rancangan KUHP dalam perumusan pasal-pasalnya mengambil pokok-pokok rumusan tindak pidana dalam Undang-undang Korupsi (Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 dan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001).
Tiga strategi untuk mencegah dan memberantas korupsi yang tepat yaitu :
1.    Strategi Preventif.
Strategi ini harus dibuat dan dilaksanakan dengan diarahkan pada hal-hal yang menjadi penyebab timbulnya korupsi. Setiap penyebab yang terindikasi harus dibuat upaya preventifnya, sehingga dapat meminimalkan penyebab korupsi. Disamping itu perlu dibuat upaya yang dapat meminimalkan peluang untuk melakukan korupsi dan upaya ini melibatkan banyak pihak dalam pelaksanaanya agar dapat berhasil dan mampu mencegah adanya korupsi.
2.    Strategi Deduktif.
Strategi ini harus dibuat dan dilaksanakan terutama dengan diarahkan agar apabila suatu perbuatan korupsi terlanjur terjadi, maka perbuatan tersebut akan dapat diketahui dalam waktu yang sesingkat-singkatnya dan seakurat-akuratnya, sehingga dapat ditindaklanjuti dengan tepat. Dengan dasar pemikiran ini banyak sistem yang harus dibenahi, sehingga sistem-sistem tersebut akan dapat berfungsi sebagai aturan yang cukup tepat memberikan sinyal apabila terjadi suatu perbuatan korupsi. Hal ini sangat membutuhkan adanya berbagai disiplin ilmu baik itu ilmu hukum, ekonomi maupun ilmu politik dan sosial.
3.    Strategi Represif.
Strategi ini harus dibuat dan dilaksanakan terutama dengan diarahkan untuk memberikan sanksi hukum yang setimpal secara cepat dan tepat kepada pihak-pihak yang terlibat dalam korupsi. Dengan dasar pemikiran ini proses penanganan korupsi sejak dari tahap penyelidikan, penyidikan dan penuntutan sampai dengan peradilan perlu dikaji untuk dapat disempurnakan di segala aspeknya, sehingga proses penanganan tersebut dapat dilakukan secara cepat dan tepat. Namun implementasinyaharus dilakukan secara terintregasi. Bagi pemerintah banyak pilihan yang dapat dilakukan sesuai dengan strategi yang hendak dilaksanakan.
Adapula strategi pemberantasan korupsi secara preventif maupun secara represif antara lain :
1.      Gerakan “Masyarakat Anti Korupsi” yaitu pemberantasan korupsi di Indonesia saat ini perlu adanya tekanan kuat dari masyarakat luas dengan mengefektifkan gerakan rakyat anti korupsi, LSM, ICW, Ulama NU dan Muhammadiyah ataupun ormas yang lain perlu bekerjasama dalam upaya memberantas korupsi, serta kemungkinan dibentuknya koalisi dari partai politik untuk melawan korupsi. Selama ini pemberantasan korupsi hanya dijadikan sebagai bahan kampanye untuk mencari dukungan saja tanpa ada realisasinya dari partai politik yang bersangkutan. Gerakan rakyat ini diperlukan untuk menekan pemerintah dan sekaligus memberikan dukungan moral agar pemerintah bangkit memberantas korupsi.
2.      Gerakan “Pembersihan” yaitu menciptakan semua aparat hukum (Kepolisian, Kejaksaan, Pengadilan) yang bersih, jujur, disiplin, dan bertanggungjawab serta memiliki komitmen yang tinggi dan berani melakukan pemberantasan korupsi tanpa memandang status sosial untuk menegakkan hukum dan keadilan. Hal ini dapat dilakukan dengan membenahi sistem organisasi yang ada dengan menekankan prosedur structure follows strategy yaitu dengan menggambar struktur organisasi yang sudah ada terlebih dahulu kemudian menempatkan orang-orang sesuai posisinya masing-masing dalam struktur organisasi tersebut.
3.      Gerakan “Moral” yang secara terus menerus mensosialisasikan bahwa korupsi adalah kejahatan besar bagi kemanusiaan yang melanggar harkat dan martabat manusia. Melalui gerakan moral diharapkan tercipta kondisi lingkungan sosial masyarakat yang sangat menolak, menentang, dan menghukum perbuatan korupsi dan akan menerima, mendukung, dan menghargai perilaku anti korupsi. Langkah ini antara lain dapat dilakukan melalui lembaga pendidikan, sehingga dapat terjangkau seluruh lapisan masyarakat terutama generasi muda sebagai langlah yang efektif membangun peradaban bangsa yang bersih dari moral korup.
4.      Gerakan “Pengefektifan Birokrasi” yaitu dengan menyusutkan jumlah pegawai dalam pemerintahan agar didapat hasil kerja yang optimal dengan jalan menempatkan orang yang sesuai dengan kemampuan dan keahliannya. Dan apabila masih ada pegawai yang melakukan korupsi, dilakukan tindakan tegas dan keras kepada mereka yang telah terbukti bersalah dan bilamana perlu dihukum mati karena korupsi adalah kejahatan terbesar bagi kemanusiaan dan siapa saja yang melakukan korupsi berarti melanggar harkat dan martabat kehidupan



BAB III

PENUTUP

Korupsi adalah suatu tindak perdana yang memperkaya diri yang secara langsung merugikan negara atau perekonomian negara. Jadi, unsur dalam perbuatan korupsi meliputi dua aspek. Aspek yang memperkaya diri dengan menggunakan kedudukannya dan aspek penggunaan uang Negara untuk kepentingannya. Adapun penyebabnya antara lain, ketiadaan dan kelemahan pemimpin, kelemahan pengajaran dan etika, kolonialisme, penjajahan rendahnya pendidikan, kemiskinan, tidak adanya hukuman yang keras, kelangkaan lingkungan yang subur untuk perilaku korupsi, rendahnya sumber daya manusia, serta struktur ekonomi. Korupsi dapat diklasifikasikan menjadi tiga jenis, yaitu bentuk, sifat, dan tujuan. Dampak korupsi dapat terjadi di berbagai bidang diantaranya, bidang demokrasi, ekonomi, dan kesejahteraan negara.

Sikap untuk menghindari korupsi seharusnya ditanamkan sejak dini. Dan pencegahan korupsi dapat dimulai dari hal - hal yang kecil dan serta Dibutuhkan kecerdasan dan keberanian untuk mendobrak dan merobohkan pilar-pilar korupsi yang menjadi penghambat utama lambatnya pembangunan ekonomi dan paripurna di Indonesia. Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu penulis senantiasa dengan lapang dada menerima bimbingan dan arahan serta saran dan kritik yang sifatnya membangun demi perbaikan karya-karya berikutnya.


DAFTAR PUSTAKA


Referensi :
http://e-journal.uajy.ac.id/175/2/1HK09701.pdf
https://www.slideshare.net/ARY_SETIADI/masalah-korupsi-di-indonesia
“(https://brainly.co.id/tugas/7456639)”
https://www.liputan6.com/news/read/3552350/kpk-belum-ada-kepala-daerah-yang-diamankan-dari-ott-blitar-tulungagung
https://nasional.kompas.com/read/2017/09/17/16250241/kpk-paparkan-kronologi-ott-kasus-suap-wali-kota-batu
http://akperrsdustira.ac.id/wp-content/uploads/2017/07/Buku-Pendidikan-Anti-Korupsi-untuk-Perguruan-Tinggi-2017-bagian-2-.pdf
Muzadi, H. 2004. MENUJU INDONESIA BARU, Strategi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Malang : Bayumedia Publishing.
Lamintang, PAF dan Samosir, Djisman. 1985. Hukum Pidana Indonesia .Bandung : Penerbit Sinar Baru.

No comments:

Post a Comment