Thursday, January 11, 2018

MUNGKIN BELUM WAKTUNYA KITA DITAKDIRKAN BERSAMA


"Mulailah mengikhlaskan dan memasrahkan jika ikhtiar dan doa sudah digencarkan sebagaimana mestinya."

Aku terus mencari, berjuang untuk menemukanmu segera. Sebab, aku merasa cukup dalam sepi sendiri. Bukan niatku hanya untuk meramaikan kesepianku. Tetapi, untuk menggenapkan separuhku, yang terbang tak seimbang tanpamu. Sebab, bagiku kau adalah sayap kiriku yang dulu pernah patah dan hilang. Kini, mungkin waktunya kau kembali rekat ditubuhku. Menemaniku menikmati hidup. Terbang bersamaku mengelilingi dunia. Kau adalah bagian dari diriku.

Aku mulai bertualang mencarimu. Berharap menemukanmu di waktu yang tepat. Mungkin bukan perkara waktu. Tetapi, perkara remuk-redam imanku berjuang menjaga kesucian diri untuk dirimu, kelak. Aku benar-benar menjaganya. Sebab, aku tahu bahwa kamu juga menginginkannya di waktu yang tepat--waktu yang menghalalkan kita untuk saling memiliki rasa.
Kau tahu, iman itu naik-turun, bukan? Maka, aku butuh kamu untuk selalu mengingatkanku  tatkala imanku berada di titik terendah. Aku ingin kau ada dan kemudian melesatkan imanku naik kembali kepada titik yang diharapkan.

Namun, pencarianku yang penuh ikhtiar dan doa belum juga memperlihatkan hasilnya. Aku tetap saja sendiri. Tanpa ada yang kubawa pulang. Masih saja terbang tak seimbang. Masih saja separuh, tak utuh. Ah, mungkin belum waktunya kita lekas ditakdirkan bersama. Barangkali esok hari, lusa, atau di waktu yang lain. Aku bukan menyerah, hanya menyerahkan segala hasil pada kuasa-Nya.

Memang, ada kalanya sebongkah hati tak mampu untuk terus tegar. Saat kamu meminta berkali-kali, ditolak berkali-kali pun kamu rasakan. Penolakan pada akhirnya membuatmu mengurungkan niat untuk meminta bantuan saudarimu lagi. Kamu terus saja berjalan sendirian. Barangkali, jika bukan sebab rasa cinta karena-Nya, jika tak mengingat ukhuwah yang pernah bersemai indah, mungkin bisa saja diri berburuk sangka dan akan 'menghukum' mereka saat mereka berbalik membutuhkan bantuan. Usahakanlah untuk sibuk berbaik sangka, wahai diri. Tetaplah menerima meski dirimu ditolak berulangkali. Sebab dendam itu ucap gurunda Salim A Fillah adalah seperti menenggak racun sendiri lalu berharap orang lain mati. Memaafkan adalah penawarnya. Semoga kita tak melulu sibuk memikirkan urusan sendiri, hingga kita bisa bersenantiasa membantu sesama dan meringankan beban saudari kita.

Dari Ibnu ‘Umar, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Siapa yang biasa membantu hajat saudaranya, maka Allah akan senantiasa menolongnya dalam hajatnya.” (HR. Bukhari no. 6951 dan Muslim no. 2580)

No comments:

Post a Comment