Di susun untuk memenuhi tugas UTS mata kuliah
“Pengambilan Keputusan”
Dosen Pengampuh oleh :
Suyeno, S.Sos., M.AP
Oleh :
Nizar Subqi Hamza (21601091151)
JURUSAN ILMU ADMINISTRASI PUBLIK
FAKULTAS ILMU ADMINISTRASI
UNIVERSITAS ISLAM MALANG
2018
|
1. Kenapa Perlu Belajar Pengambilan Keputusan?
Kegiatan Pengambilan Keputusan (decision makking) merupakan kegiatan yang sudah terbiasa kita lakukan dalam kehidupan kita sahari-hari, baik dalam kegiatan dalam organisasi maupun dalam kegiatan kita sehari-hari.
Adapun tujuan dari pengambilan keputusan adalah untuk menyelesaikan masalah atau setidak-tidaknya dapat mempersempit /memperkecil masalah, Didalam rangkah pengambilan keputusan, maka pertama-tama yang harus ditentukan adalah penentuan tujuan, baik tujuan yang bersifat keharusan maupun tujuan yang bersifat keinginan. Pengambilan Keputusan biasanya ditujukan untuk memperbaiki penyimpangan yang terjadi dari hal-hal yang seharusnya berjalan. Ada keputusan yang biasanya sementara mengingat informasinya belum lengkap. Ada yang seharusnya segera mengambil sikap, ada pula keputusan yang sifatntya mengurangi akibat yang ditimbulkan sekalipun penyebab dari penyimpangan yang sudah diketahui, dan juga pengambilan keputusan untuk melakukan langkah-langkah pengamanan dari suatu tindakan.
Karena dengan keputusan itulah yang membawa kita pada dampak yang baik maupun buruk apabila kita mengambil keputusan yang bijak maka kita akan selangkah maju kedepannya, apabila kita mengambil keputusan yang buruk maka kita akan selangkah lebih mundur kedepannya.
2. Ciri-ciri Keputusan yang Baik?
a. keputusan yang direncanakan sematang mungkin.
b. keputusan yang tidak menimbulkan perepecahan tapi pertemanan.
c. keputusan yang terwujud berdasarkan perundingan secara musyawarah.
d. keputusan yang berasal dari musyawarah mufakat dari semua anggota.
e. keputusan yang dapat diterima dan dijalankan oleh semua anngota.
f. keputusan yang berdampak positif / memenuhi keinginan anggota.
g. Merupakah hasil musyawarah dan pemikiran bersama yang murni berdasarkan tujuan bersama bukan egoisme masing-masing.
h.Berdampak secara langsung maupun tak langsung bagi hal yang terkait.
i. Mempertimbangkan efisiensi, fungsi dan perancangan dari semua sudut pandang.
3. Contoh Proses Pengambilan Keputusan dalam Sebuah Organisasi?
Contoh kasus, Pengambilan Keputusan dalam organisasi :
Pemerintah dan Dishub yang masih ragu dalam pengambilan keputusan UUD tentang Kendaraan Online di Malang yaitu antara kendaraan online (Grab dan Gojek) dengan kendaraan dalam trayek (angkutan umum). Ini di karenakan bentroknya sopir online dengan sopir angkutan umum. Pemerintah dan Dishub yang ingin memberlakukan UUD tersebut, yang mana masyarakatnya setuju sedangkan bagi sopir angkutan umum tidak setuju.
Mungkin bagi pemerintah pun itu hanya hal yang biasa saja, tetapi bagi sopir angkutan umum apalagi yang tidak mampu ini adalah hal yang berat. Akibatnya pihak Pemerintah dan Dishub pun belum mengambil keputusan apapun untuk memberlakukannya peraturan tersebut atau tidak masih menunggu hasil keputusan dari Kementrian Perhubungan.
Penjelasan Kasus:
Dari contoh kasus pengambilan keputusan dalam organisasi yang diangkat oleh kelompok kami, menurut kami Pemerintah dengan Dishub harus segera mengambil keputusan dengan bijak secepatnya agar permasalahan atau perselisihan antara kendaraan online (Grab dan Gojek) dengan kendaraan dalam trayek (angkutan umum) bisa dapat diselesaikan.
4. Hubungan Pengambilan Keputusan dengan Gaya Kepemimpinan?
gaya kepemimpinan dalam proses pengambilan keputusan. Sebagaimana dijelaskan Thoha (2003) bahwa gaya dasar kepemimpinan dalam mengambil keputusan, terbagi atas empat gaya kepemimpinan yaitu:
a) Instruksi
Perilaku pemimpin yang tinggi pengarahan dan rendah dukungan, yang dicirikan oleh komunikasi satu arah, pemimpin memberikan batasan peranan pengikutnya dan memberitahu mereka tentang mekanisme pelaksanaan berbagai tugas. Inisiatif pemecahan masalah dan proses pembuatan keputusan semata-mata dilakukan oleh pemimpin.
b) Konsultatif
Pada gaya kepemimpinan ini, pemimpin yang tinggi pengarahan dan tinggi dukungan, masih banyak memberikan pengarahan dan pengambilan keputusan, tetapi diikuti dengan meningkatkan banyaknya komunikasi dua arah dan perilaku mendukung, dengan mendengar perasaan pengikut, baik berupa ide maupun saran mereka tentang keputusan yang dibuat.
c) Partisipatif
Perilaku pemimpin yang tinggi dan rendah pengarahan, dalam hal ini posisi kontrol atas pemecahan masalah dan pembuatan keputusan dipegang secara bergantian. Komunikasi dua arah ditingkatkan dan peranan pemimpin adalah aktif mendengar. Tanggung jawab dan pembuatan keputusan sebagian besar berada pada pihak pengikut.
d) Delegatif
Perilaku pemimpin yang rendah dukungan dan rendah pengarahan, pemimpin mendiskusikan masalah bersama-sama dengan bawahan, sehingga tercapai kesepakatan mengenai definisi masalah yang kemudian proses pembuatan didelegasikan secara keseluruhan kepada bawahan.
5. Pengambilan Keputusan yang Baik Menurut Pandangan Islam?
Proses pengambilan keputusan dalam Islam menurut Hadari Nawawi dalam bukunya yang berjudul “Kepemimpinan Menurut Islam”, yang bersifat apriori berlangsung sebagai berikut :
a. Menghimpun dan melakukan pencatatan serta pengembangan data, yang jika perlu dilakukan melalui kegiatan penelitian, sesuai dengan bidang yang akan di tetapkan keputusannya.
b. Menghimpun firman-firman Allah SWT dan Hadist Rasullah SAW sebagai acuan utama, sesuai dengan bidang yang akan di tetapkan keputusannya.
c. Melakukan analisis data dengan merujuk pada firman-firman Allah SWT dan Hadits Rasullah SAW, untuk memisahkan dan memilih yang relevan dan tidak relevan untuk di rangkai menjadi kebulatan.
d. Memantapkan keputusan yang ditetapkan, setelah meyakini tidak bertentangan dengan kehendak Allah SWT berdasarkan firman-firaman-Nya dan Hadits Rasullah SAW.
e. Melaksanakan keputusan secara operasional dalam bentuk kegiatan-kegiatan kongkrit oleh para pelaksana.
f. Menghimpun data operasional sebagai data baru, baik yang mendukung ataupun yang menolak keputusan yang telah ditetapkan. Data tersebut dapat di pergunakan langsung untuk memperbaiki keputusan sebagai umpan balik (feedback), apabila ternyata terdapat kekeliruan.
Pengambilan keputusan yang bersifat apostriori didalam Islam menurut Hadari adalah:
a) Ijma’
Ijma memiliki arti permufakatan, persetujuan dan persesuaian pendapat. Dengan demikian Ijma; adalah persetujuan di antara para ulama Islam di masa sahabat-sahabat Rasullah SAW. Pendapat tersebut terutama berasal dari Imam Hambali dan Imam Hanafiah, yang hanya menerima Ijma’ sampai pada masa sahabat yang empat (khalifahu Rasyiddin). Dikatakannya :“ barang siapa mendakwa Ijma’ sesudah sahabat adalah kedustaan semata.” Imam Hambali berpegang pada Ijma’ berkenaan dengan sesuatu yang paling bermanfaat bagi masyarakat. Sedang Imam hanafi berpegang pada pendirian bahwa Ijma’ harus sesuatu yang baik dan dapat di terima oleh akal. Namun kedua Imam itu sepakat bahwa sumbernya harus bersandar pada Al-Qur’an dan Hadist.
b) Qiyas
Qiyas pada dasarnya membandingkan atau menyamakan. Pengertian Qiyas yang lebih luas adalah menyatakan suatu (hukum) yang ada nashnya di dalam Al-Qur’an dan Hadits, karena ada ‘illat persamaannya. Pengertian Qiyas yang lain adalah menghubungkan suatu perkara yang didiamkan oleh syar’ dengan yang di nashkan pada hukum, karena ‘illat yang sama antara keduanya.
c) Taqlid
Dalam proses pengambilan keputusan, Islam mengenal juga bentuk Taqlid. Taqlid berarti menerima, mengambil perkataan atau pendapat orang lain yang tidak ada hujjah (alasannya) dari Al-Qur’an dan Hadits. Pengertian lain mengatakan Taqlid adalah mengikuti orang yang terhormat atau dipercaya dalam suatu hukum, dengan tidak memeriksa lagi benar atau salahnya, baik atau buruknya, manfaat atau mudaratnya hukum itu.
d) Ittiba’
Ittiba’ berarti mengikuti dan menurut segala yang di perintahkan, yang dilarang dan yang dibenarkan Rasullah SAW. Dengan kata lain Ittiba’ adalah mengerjakan agama dengan mengikuti segala sesuatu yang pernah di terangkan atau dicontohkan Rasullah SAW, baik berupa perintah atau larangan maupun yang dibenarkannya.
e) Ijtihad
Ijtihad sebagai proses pengambilan keputusan apostriori berarti usaha yang sungguh-sungguh samapai menghabiskan kesanggupan seorang faqih (ahli hukum agama) dalam menyelidiki dan memeriksa keterangan dalam Al-Qur’an dan Hadits, untuk memperoleh atau menghasilakan sangkaan menetapkan hukum syara’ yang diamalkan dengan jalan mengeluarkan hukum dari kedua sumber tersebut.
No comments:
Post a Comment