Friday, January 12, 2018

Caiden (1982) menunjukkan tujuh kekhususan administrasi negara (Teori Ilmu Administrasi)



NAMA                      : Nizar Subqi Hamza
NIM                          : 21601091151
JURUSAN               : Administrasi Negara
MATA KULIAH        : Teori Ilmu Administrasi
DOSEN                    : Dr. Sunariyanto, S.Sos.,MM
SEMESTER             : II 


1.   Administrative Technology  
Administrative Technology yaitu semua jenis management tools/techniques yang diperlukan untuk meningkatkan kinerja administrasi, jadi perkembangan- perkembangannya kedua aspek administrasi ini sangat jelas mengalami
ketimpangan. Kita telah merasakan laris manisnya ilmu administrasi yang
berkosentrasi pada “administrative technology” yang lebih bersifat applied
seperti: human resourches management, e-commerce, e-government,
organization learning, strategic planning, balance score card, benchmarking
(Irfan Islamy; 2006). Dalam proses meningkatkan kinerja administrasi,
perkembangan ini tidak salah, tetapi pelu perhatian pada keseimbangannya
dengan administrative ideology sebagai pure science yang lebih ideologi dan
filosofis, seperti: government ethics, democratic public administration,
welfare economics dan lain-lain. Teknologi Administrasi Negara adalah suatu alat yang digunakan dalam seluruh proses kegiatan suatu negara untuk menerima, menyimpan dan mengirimkan informasi melalui media tekhnologi informasi dan komunikasi dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Aplikasi teknologi informasi dan komunikasi dalam administrasi pemerintahan tidak lepas dari tugas pokok dan fungsi pemerintahan itu sendiri sebagai pangkal tolaknya di satu sisi dan dari perangkat teknologi tersebut sebagai tulang punggung dari e-gov pada sisi lain. Ada dua tugas pokok pemerintah yang perlu ditunjang yakni mengelola kebijakan dan mengelola pelayanan. Berbagai bentuk kebijakan, pengaturan, pembinaan, pengendalian serta pengawasan dan pertanggungjawaban dalam beragam jenis dan bidang kehidupan berbangsa atau untuk mengatasi maslah-masalah yang dihadapi bangsa memerlukan data dan informasi yang lengkap, akurat dan tepat waktu. Kegunaan dan peran teknologi informasi dan komunikasi adalah mendukung pelaksanaan tugas dan fungsi tersebut agar terselenggara secara efektif, tepat, nyaman, aman dan efisien.
Sedangkan Administrative Ideology (Ekologi Administrasi)
yaitu sejumlah nilai (sosial, politik, budaya, hukum, dsb) yang menjadi dasar utama bagi proses pencapaian tujuan/kinerja administrasi. Jadi lambannya perkembangan “administrative ideology” dan bahkan disinyalir menjadi salah satu faktor penyebab kebobrokan administrasi kita pada saat ini,sehingga perlu menjadi perhatian kita bersama terutama para sarjana administrasi, bahwa pengembangan administrasi bukanlah sekedar menyangkut aspek efektifitas, efesiensi dan ekonomis semata, akan tetapi political ideology, phylosopy dan government ethics sebagai komponen- komponen daripada administrative ideology.
Dilihat dari pemahaman terhadap pengertian ideologi sendiri, bahwa secara umum ideologi dapat dikatakan sebagai kumpulan gagasan, ide-ide, keyakinan-keyakinan, kepercayaan-kepercayaan yang menyeluruh, dan sistematis yang meliputi bidang politik sosial budaya dan keagamaan (Soemargono :8)
Ekologi Administrasi merupakan lingkungan yang dipengaruhi dan mempengaruhi administrasi, yakni: Politik, ekonomi, budaya, tekhnologi, security dan natural resource.
 Menurut Fred. W. Riggs, Ekologi Administrasi Negara adalah Serangkaian proses yang terorganisir dari suatu aktivitas publik atau kenegaraan yang bertujuan untuk memecahkan masalah-masalah publik melalui perbaikan-perbaikanterutama di bidang organisasi, sumber danmanusia dan keuangan.
Pengertian Ekologi Administrasi Negara adalah serangkaian proses yang terorganisir dari suatu aktivitas publik atau kenegaraan yang bertujuan untuk memecahkan masalah-masalah publik melalui perbaikan-perbaikan terutama di bidang organisasi, sumberdaya manusia, dan keuangan.
Tinjauan ekologi terhadap perkembangan administrasi berarti “Tinjauan yang mencoba menerangkan hubungan antar lingkungan (environment) dimana administrasi itu tumbuh dan berkembang dengan administrasi itu sendiri yang dianggap sebagai organisme hidup (living organisme)”, atau dengan lain perkataan tinjauan ekologis ingin menjelaskan pengaruh daripada lingkungan terhadap administrasi dan sebaliknya, maka dengan adanya pengaruh tersebut akan memberikan ciri-ciri khas kepada administrasi.

2.   Caiden (1982) menunjukkan tujuh kekhususan administrasi negara, yaitu :
Administrasi negara mempunyai banyak definisi yang berbeda satu sama lain, sesuai dengan cakupan dan pusat perhatian. Sekalipun demikianjika administrasi negara dibandingkan dengan organisasi sosial yang lain, maka segera terungkap bahwa administrasi negara mempunyai hal-hal yang bersifat khusus yang tidak dimiliki oleh organisasiorganisasi lainnya. Caiden (1982) mengemukakan tujuh kekhususan administrasi negara, yaitu
1)    Kehadiran administrasi negara tidak bisa dihindari.
2)    Administrasi negara mengharapkan kepatuhan.
3)    Administrasi negara mempunyai prioritas.
4)    Administrasi negara mempunyai kekecualian.
5)    Manajemen puncak administrasi negara adalah politik.
6)    Penampilan administrasi negara sulit diukur.
7)    Lebih banyak harapan yang diletakkan pada administrasi negara.

Identifikasi Administrasi Negara
Identifikasi terhadap administrasi negara, menurut pandapat Gerald E. Caiden,dapat ditempuh melalui lima cara berikut:
a. Identifikasi administrasi pemerintahan.
b. Identifikasi organisasi publik.
c. Identifikasi orientasi sikap administrasi.
d. Identifikasi proses yang bersifat khusus.
e. Identifikasi aspek publik.
Administrasi negara tidak bisa diidentifikasikan hanya atas dasar salah satu dari ke empat indikator berikut :
1. Administrasi pemerintahan,
2. Organisasi publik, sikap administrasi dan
3. Proses yang bersifat khusus.
Lima identifikasi mengandung unsur yang bersifat umum, yakni :
1. Administrasi negara menunjukkan aktivitas komunal yang diorganisasikan secara publik, dalam arahan politik, dan
2. Beroperasi berdasarkan kaidah-kaidah publik.

3.   Ada 5 PARADIGMA ADMINISTRASI PUBLIK/NEGARA (Nicholas Henry, 1995)
1)  Paradigma 1: Dikotomi politik - administrasi (1900-1926). 
2)  Paradigma 2: Prinsip - prinsip administrasi negara (1927-1937). 
3)  Paradigma 3: Administrasi negara sebagai ilmu politik (1950-1970) 
4)  Paradigma 4: Administrasi Negara sebagai ilmu administrasi (1956-1970). 
5)  Paradigma 5: Administrasi negara sebagai administrasi negara (1970 – Sekarang).
I.     Dikotomi politik – administrasi (1900 - 1926)
Tokoh paradigma ini adalah Frank J. Goodnow dan Leonard D. White. Goodnow dalam “Politics and Administration” (1900) mengungkapkan politik harus memusatkan perhatiannya terhadap kebijakan atau ekspresi dari kehendak rakyat, sedang administrasi berkenaan dengan pelaksanaan atau implementasi dari kebijakan atau kehendak tersebut. Locus-nya adalah birokrasi pemerintah
II.  Prinsip-prinsip Administrasi (1927 - 1937)
Tokoh paradigma ini adalah Willoughby, Gullick dan Urwick. Mereka memperkenalkan prinsip-prinsip administrasi yang berlaku universal sebagai focusadministrasi negara. Prinsip-prinsip tersebut dituangkan dalam istilah POSDCORB (Planning, Organizing, Staffing, Directing, Coordinating, Reporting, dan Budgeting).
III.     Administrasi Negara sebagai ilmu politik (1950 - 1970)
Morstein-Marx editor buku Elements of Public Administration mempertanyakan pemisahan politik dan administrasi tidak mungkin/realistis. Herbert Simon menyatakan prinsip administrasi tidak konsisten dan universal. John Gaus mengatakan bahwa teori administrasi adalah teori politik dimana locus-nya adalah birokrasi pemerintahan.
IV.    Administrasi negara sebagai ilmu administrasi (1956 - 1970)
Pengembangan prinsip-prinsip administrasi secara ilmiah dan mendalam memicu paradigma ini. Bahkan Keith M. Henderson berpendapat bahwa teori organisasi seharusnya menjadi focus dari administrasi negara. Fokus tersebut tidak hanya pada bidang bisnis tapi juga dalam administrasi negara.
V.   Administrasi negara sebagai administrasi negara (1970 - sekarang)
Dalam paradigma ini focusdan locus yang dimiliki sudah jelas. Focus-nya adalah teori organisasi, teori manajemen, kebijakan publik dan locus-nya adalah masalah-masalah dan kepentingan publik.
PARADIGMA ADMINISTRASI PUBLIK/NEGARA (George Frederickson)
a)    Masa Birokrasi,
b)    Masa Neobirokrasi,
c)    Masa Instuisi,
d)    Masa Hubungan Kemanusiaan, dan
e)    Masa Pilihan Publik,
       I.    Paradigma Model Birokrasi Model birokrasi klasik mempunyai dua komponen yaitu struktur atau kerangka suatu organisasi dan cara-cara yang digunakan untuk mengatur orang-orang dan pekerjaan dalam kerangka organisasi. Dalam aspek manejerial dan micro, model birokrasi klasik bermula dengan manajemen ilmiah dari Frederick Winslow Taylor tentang pemahaman produktivitas lewat studi-studi gerak dan waktu, sehingga struktur dan manajemen mempunyai hubungan yang erat. Hirarki dan pengendalian manajerial masih tetap merupakan fakta-fakta eksistensial organisasi publik Amerika. Masalah yang bersangkut paut dengan model birokrasi klasik adalah bahwa baik para praktisi maupun para sarjana telah mencoba membuat ilmu terapan yang ketat tentang kerangka organisasi atau tentang manajemen organisasi. Anggapan bahwa ada suatu cara terbaik untuk mengatur dan merancangkan suatu organisasi tertentu jelas keliru. Suatu organisasi harus seproduktif mungkin menyediakan kuantitas dan kualitas pelayanan yang menyamai kebutuhan-kebutuhan yang terungkap dari suatu persekutuan hidup begitu juga merupakan nilai dasar dalam administrasi negara. Masalahnya terletak pada cara yang dipandang bisa digunakan untuk mencapai efisiensi, ekonomi, dan produktivitas.
      II.    Paradigma Model Neobirokrasi Model Neobirokrasi merupakan salah satu produk era behavioral dalam ilmu sosial. Nilai-nilai dalam model ini pada umumnya sama dengan nilai-nilai model birokrasi; karena itu dinamakan neobirokratis. Model birokrasi menekankan struktur, pengendalian, dan prinsip-prinsip administrasi dengan unit analisa yang biasanya berupa kelompok kerja, instansi, departemen, atau pemerintahan-pemerintahan keseluruhan. Nilai-nilai yang akan dicapai adalah efektivitas, efisiensi, atau ekonomi. Keputusan merupakan unit analisa yang lebih umum, dengan proses pembuatan keputusan menjadi fokus sentralnya. Pola pemikirannya bersifat ‘rasional’ yaitu keputusan-keputusan dibuat agar sebanyak mungkin mencapai tujuan tertentu. Sasaran-sasaran penelitian operasi, analisa sistem, analisa kebijakan, dan ilmu-ilmu manajemen pada pokoknya sama dengan sasaran-sasaran para teoritisi birokrasi. Administrasi negara kontemporer sebenarnya tidak sangat berbeda dalam berusaha mencapai produktivitas dengan metode-metode pengukuran dibanding dengan metode-metode struktur dan manajemen. Pendekatan-pendekatan kontemporer jauh lebih ilmiah dan secara analitis lebih rumit, namun mereka masih mengejar nilai-nilai yang mendasari paradigma birokrasi klasik. Analisis-analisis kebijakan yang moderen dan pengukur-pengukur produktivitas bisa mempunyai logika yang sama lemahnya dengan yang terjadi pada paradigma birokrasi klasik. Pada waktu yang sama, juga jelas bahwa nilai-nilai asasi dari keputusan-keputusan rasional untuk mencapai efisiensi, ekonomi, dan efektivitas adalah dan senantiasa akan, sentral dalam setiap dialog normatif dalam bidang administrasi negara, dan tentu saja mereka juga sentral untuk administrasi negara baru.
    III.    Paradigma Model Institusi Model institusi adalah hasil karya banyak ahli ilmu sosial pada tahun-tahun 1940-an, 1950-an, dan 1960-an. Dalam wujud dasarnya secara metodologis karya itu lebih keras daripada karya mereka yang mula-mula melukiskan birokrasi; karena itu penemuan-penemuannya akan memiliki kekuatan empiris yang lebih kuat. Model institusi adalah penjelmaan era behavioral, terutama dalam sosiologi dan ilmu politik. Versi yang permulaan dan secara empiris berharga dari model ini bisa didapatkan dalam studi-studi yang dihasilkan oleh Program Kasus Antar Universitas. Para teoritisi institusi kurang berurusan dengan bagaimana cara merancangkan organisasi yang efisien, efektif, dan produktif, namun lebih dengan bagaimana menganalisa dan memahami birokrasi-birokrasi yang ada. Sarjana-sarjana administrasi negara yang masuk kategori institusi tampak agak kurang tertarik kepada bagaimana membuat pemerintahan yang lebih efisien, ekonomis, atau produktif dibanding dengan semata-mata menyelidiki betapa kompleksnya organisasi-organisasi berperilaku Charles Lindbloom menyimpulkan bahwa birokrasi membuat keputusan-keputusan satu demi satu merupakan tawar menawar dan kompromi keputusan dari para elit kelompok dan menggerakkan pemerintahan secara sedikit demi sedikit ke arah sasaran yang kabur. Hanya melalui pengambilan keputusan satu demi satu, keahlian dan kecakapan birokrasi itu dapat diintegrasikan dengan kecenderungan kebijakan dan bias politik para pejabat yang terpilih. Dengan berlindung dibalik ‘penggambaran demokrasi’ mereka menjelaskan dan membenarkan kelemahan sitem demokrasi.
   IV.    Paradigma Model Hubungan Kemanusiaan Model hubungan kemanusiaan bagaimanapun juga merupakan suatu reaksi terhadap model-model birokrasi klasik dan model neobirokrasi. Penekanan atas pengendalian, struktur, efisiensi, ekonomi, dan rasionalitas dalam teori birokrasi sesungguhnya mengundang berkembangnya gerakan-gerakan kemanusiaan. Bila dilacak sampai kepada percobaan Hawthon dan karya-karya Helton Mayo serta kolega-koleganya, gerakan hubungan kemanusiaan talah berkembang menjadi teori bangunan teori yang amat empiris dan betul-betul berdasar penelitian. Penerapan model kemanusiaan pada pokoknya terwujud dalam dinamika kelompok, latihan kepekaan (sensitiviti training), dan pengembangan organisasi. Penekanan dalam gerakan-gerakan latihan ini jelas mengungkapkan nilai-nilai yang mendasari model hubungan kemanusiaan: partisipasi pekerja dan klien dalam pembuatan keputusan, pengurangan dalam diferensiasi status, pengurangan dalam persaingan antar perseorangan, dan penekanan pada keterbukaan, kejujuran, aktualisasi diri, dan kepuasan umum pekerja. Model-model birokrasi klasik dan neobirokrasi (dengan kemungkinan kekecualian para teoritis keputusan rasional) jelas merupakan pelukisan empiris yang jujur atas administrasi negara. Akan tetapi ada cukup pertanyaan mengenai dampak model hubungan kemanusiaan terhadap administrasi pemerintahan.
      V.     Paradigma Model Pilihan Publik Versi modern dari ilmu ekonomi politik sekarang biasanya ditunjukan sebagai “ ilmu ekonomi nonpasar” atau “pendekatan publik”. Perangkat pengetahuan ini kaya dengan tradisi dan keketaatan intelektual, tetapi agak miskin dengan bukti-bukti empiris. Sekalipun demikian para teoritisi pilihan publik telah dan akan terus punya pengaruh penting terhadap administrasi negara Amerika. Dalam bukunya The Intellectual Crisis in American Public Administration karya Vincent Ostrom, dia membandingkan sudut pandangan administrasi negara yang dikembangkan oleh Woodrow Willson, yang dia sebut teori birokrasi, dengan sudut pandangan para teoritisi pilihan publik, yang dia sebut suatu “paradigma administrasi demokrasi”. Dalam penilaian Ostrom, sudut pandang Wilson merupakan suatu keberangkatan yang bersemangat dari sudut pandang Hamilton-Madison tentang hakekat pemerintahan. Namun keduanya dapat dilacak lebih langsung pada filsafat politik Hobbes. Paradigma Willson, atau paradigma birokratis, mempunyai komponen-komponen berikut: akan senantiasa ada pusat kekuasaan yang dominan dalam setiap sistem pemerintahan. Lapangan politik menetapkan tugas untuk administrsi, tetapi lapangan administrasi terletak diluar lingkup yang wajar dari politik. Kesempurnaan dalam tatanan-tatanan hirarki dari kepegawaian negeri yang secara profesional terlatih memberikan kondisi-kondisi struktural yang perlu untuk administrasi yang “baik”, dan kesempurnaan administrasi yang “baik” sebagaimana dinyatakan merupakan suatu kondisi yang perlu untuk modernitas dalam peradaban manusia dan untuk kemajuan kesejahteraan manusia dan masing-masing masa memiliki ciri tersendiri.

No comments:

Post a Comment